KH. Abdullah Ubab, putra Mbah Maimoen, mengatakan bahwa ayahnya sudah menjadi NU semenjak sebelum lahir. Ketika Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari hendak pergi ke suatu tempat untuk mengurus masalah Nahdlatul Ulama, beliau sering mampir di kediaman kakek dan buyutnya KH. Maimoen Zubair, yakni Kyai Ahmad bin Syu’aib dan Kyai Syu’aib bin Abdurrazaq. Begitu juga dengan KH. Wahab Hasbullah yang sering mampir di Sarang untuk berkunjung di kediaman Kyai Zubair bin Dahlan, ayah dari Kyai Maimoen.
Dari keakraban hubungan leluhur KH. Maimoen Zubair dengan pendiri
Nahdlatul Ulama ini, maka tidak mengherankan jika NU-nya Kyai Maimoen
itu dikatakan sejak beliau belum dilahirkan. Sebab sebelum beliau lahir
ada tiga tokoh NU, Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab
Hasbullah dan KH. Bisri Syansuri, telah berkenan meludahi air (nyuwuk)
yang diambil oleh Kyai Ahmad yang nantinya akan diminumkan kepada ibunda
Kyai Maimoen saat mengandung dirinya supaya mendapatkan keberkahan dari
ketiga ulama tersebut.
~ Mbah Maimoen Zubair dan Nahdlatul Ulama
Berikut adalah ulasan yang disarikan dari ceramah KH. Maimoen Zubair pada acara Muskerwil PWNU di PP. Al-Anwar Sarang Rembang tahun 2013, tentang Nahdlatul Ulama.
“Organisasi Nahdlatul Ulama itu tidak bisa dipisahkan dengan organisasi Nahdlatut Tujjar dan Nahdlatul Wathan. Peran Nahdlatul Wathan ini sangat vital sekali. Hal ini terbukti ketika di Negeri Haramain terjadi pergantian kekuasaan dari Daulah Asyraf (tahun 1924-an) yang kemudian diganti dengan Raja Abdul Aziz. Organisasi Nahdlatul Wathan ini mengirimkan delegasi kepada Sultan Abdul Aziz ke Makkah. Delegasi yang dikirim oleh Nahdlatul Wathan ini dinamakan dengan Komite Hijaz.
Dari nama Komite Hijaz ini, kemudian menjadi Muktamar yang diselenggarakan pada pada tanggal 31 Januari 1926 yang menghasilkan organisasi yang dinamakan dengan Nahdlatul Ulama dengan Rais Akbarnya KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Faqih Mas Kumambang sebagai wakilnya. Ulama-ulama yang ada di barisan Nahdlatul Ulama itu mempunyai peran besar untuk membangun bangsa dan negaranya dengan ilmu yang bersumber dari al-Quran.
Allah telah menurunkan al-Quran yang diibaratkan seperti air yang dapat menghasilkan bermacam-macam ilmu pengetahuan. Adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan ini disebabkan karena adanya seorang ulama yang diumpamakan seperti gunung-gunung yang warnanya ada yang Merah dan Putih. Kedua warna ini persis dengan warna bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia. Allah Swt. berfirman:
الَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفاً أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ * وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).” (QS. Fathir ayat 27-28).
Warna Merah melambangkan ‘Nasionalisme’ bangsa Indonesia yang penuh dengan keberanian, sedangkan Putih melambangkan ‘Keikhlasan’ dalam berjuang. Dari kedua warna ini, jiwa bangsa Indonesia itu harus diwarnai dengan Nasionalisme dan Keikhlasan.
Nikmat agung tersebut itu tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu. Nikmat Allah yang agung yang diperuntukan bagi bangsa Indonesia adalah nikmat yang berupa kemerdekaan. Merdeka yang dimulai pada tanggal 17 Agustus 1945.
Angka-angka yang menandai kemerdekaan bangsa Indonesia ini adalah angka-angka keberuntungan. Angka 17 menunjukan jumlahnya rakaat shalat wajib yang dikerjakan oleh umat Islam dalam sehari semalam. Angka 17 terdiri dari 1+7. Jika kedua angka ini ditambahkan maka jumlahnya akan menjadi 8 (bulan ke delapan adalah bulan Agustus). Hal ini sesuai dengan jumlah surga yang disediakan Allah bagi hambaNya yang mau mengerjakan shalat.
Adapun angka 45 akhir dari 1945 itu merupakan angka yang sempurna. Sebab, 4+5=9. Angka Sembilan ini persis dengan jumlah bintang yang digunakan sebagai lambangnya organisasi Nahdlatul Ulama.
Selain rahasia di atas, jika lafal Nahdlatul Ulama dihitung dengan memakai standar Abajadun, maka jumlahnya adalah 17. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa antara NU dengan perjuangan bangsa Indonesia itu ada keterkaitan. Untuk makna dadung (tali yang melingkar) yang ada pada lambang Nahdlatul Ulama, itu menunjukan arti hubungan antara manusia dengan Tuhannya.”
Sumber : http://www.padhang-mbulan.org/2015/07/mbah-maimoen-zubair-nu-sejak-sebelum.html
~ Mbah Maimoen Zubair dan Nahdlatul Ulama
Berikut adalah ulasan yang disarikan dari ceramah KH. Maimoen Zubair pada acara Muskerwil PWNU di PP. Al-Anwar Sarang Rembang tahun 2013, tentang Nahdlatul Ulama.
“Organisasi Nahdlatul Ulama itu tidak bisa dipisahkan dengan organisasi Nahdlatut Tujjar dan Nahdlatul Wathan. Peran Nahdlatul Wathan ini sangat vital sekali. Hal ini terbukti ketika di Negeri Haramain terjadi pergantian kekuasaan dari Daulah Asyraf (tahun 1924-an) yang kemudian diganti dengan Raja Abdul Aziz. Organisasi Nahdlatul Wathan ini mengirimkan delegasi kepada Sultan Abdul Aziz ke Makkah. Delegasi yang dikirim oleh Nahdlatul Wathan ini dinamakan dengan Komite Hijaz.
Dari nama Komite Hijaz ini, kemudian menjadi Muktamar yang diselenggarakan pada pada tanggal 31 Januari 1926 yang menghasilkan organisasi yang dinamakan dengan Nahdlatul Ulama dengan Rais Akbarnya KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Faqih Mas Kumambang sebagai wakilnya. Ulama-ulama yang ada di barisan Nahdlatul Ulama itu mempunyai peran besar untuk membangun bangsa dan negaranya dengan ilmu yang bersumber dari al-Quran.
Allah telah menurunkan al-Quran yang diibaratkan seperti air yang dapat menghasilkan bermacam-macam ilmu pengetahuan. Adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan ini disebabkan karena adanya seorang ulama yang diumpamakan seperti gunung-gunung yang warnanya ada yang Merah dan Putih. Kedua warna ini persis dengan warna bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia. Allah Swt. berfirman:
الَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفاً أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ * وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).” (QS. Fathir ayat 27-28).
Warna Merah melambangkan ‘Nasionalisme’ bangsa Indonesia yang penuh dengan keberanian, sedangkan Putih melambangkan ‘Keikhlasan’ dalam berjuang. Dari kedua warna ini, jiwa bangsa Indonesia itu harus diwarnai dengan Nasionalisme dan Keikhlasan.
Nikmat agung tersebut itu tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu. Nikmat Allah yang agung yang diperuntukan bagi bangsa Indonesia adalah nikmat yang berupa kemerdekaan. Merdeka yang dimulai pada tanggal 17 Agustus 1945.
Angka-angka yang menandai kemerdekaan bangsa Indonesia ini adalah angka-angka keberuntungan. Angka 17 menunjukan jumlahnya rakaat shalat wajib yang dikerjakan oleh umat Islam dalam sehari semalam. Angka 17 terdiri dari 1+7. Jika kedua angka ini ditambahkan maka jumlahnya akan menjadi 8 (bulan ke delapan adalah bulan Agustus). Hal ini sesuai dengan jumlah surga yang disediakan Allah bagi hambaNya yang mau mengerjakan shalat.
Adapun angka 45 akhir dari 1945 itu merupakan angka yang sempurna. Sebab, 4+5=9. Angka Sembilan ini persis dengan jumlah bintang yang digunakan sebagai lambangnya organisasi Nahdlatul Ulama.
Selain rahasia di atas, jika lafal Nahdlatul Ulama dihitung dengan memakai standar Abajadun, maka jumlahnya adalah 17. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa antara NU dengan perjuangan bangsa Indonesia itu ada keterkaitan. Untuk makna dadung (tali yang melingkar) yang ada pada lambang Nahdlatul Ulama, itu menunjukan arti hubungan antara manusia dengan Tuhannya.”
Sumber : http://www.padhang-mbulan.org/2015/07/mbah-maimoen-zubair-nu-sejak-sebelum.html
0 comments :
Post a Comment