Maduracorner.com.Bangkalan – Dipesisir Kampung Benteng, Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan, 37 km dari arah utara Sumenep, telah ditemukan sebuah kompleks makam tua yang umurnya diperkirakan berusia 700 tahun. Makam berjumlah hampir 47 buah itu ditemukan penduduk setelah terpendan pasir sedalam lima meter. ‘’Setelah digali dengan kedalaman hampir 5 meter satu-persatu makam itu ditemukan,’’ ujar Syafi’e yang mengaku dengan sukarela siang malam menggali kuburan itu.
Makam yang ditemukan oleh penduduk tersebut sampai saat ini, kondisinya masih dalam keadaan utuh. Tidak sedikit pun tampak adanya kerusakan. Termasuk juga tembok di sekeliling makam yang kondisinya juga masih kokoh. Untuk mengamankan makam tua tersebut dari pengunjung, kini penduduk Panaongan memagarinya dengan kain putih.
Penemuan makam tua tersebut, mendapat perhatian serius dari Pemda Sumenep. Menurut Humas Pemda Drs. Didik Untung Samsidi, bupati telah memantau langsung ke lokasi tersebut. ‘’Saya juga ikut mendampingi Bapak Bupati untuk melihat langsung penemuan makam tua di Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan tersebut,’’ ujarnya.
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran masyarakat mengenai umur makam tua tersebut, menurut Didik Untung Samsidi, kini Pemda Sumenep telah menghubungi Kanwil Depdikbud Jawa Timur. ‘’Hasil penelitian dari Museum dan Purbakala (Muskala) Kanwil Depdikbud Jawa Timur mengenai soal penemuan ini nantinya akan memperjelas soal kepastian umur makam tersebut,’’ ujar Didik.
Adalah Nur Sahon (45) dan Amirudin (46), kedua warga setempat yang mengaku sebagai penemu pertama kali sekaligus ikut menggali gundukan pasir dari lokasi makam tersebut. ‘’Saya termasuk penemu lokasi pemakaman tua itu,’’ kata Nur Sahon sambil menyebut warga lain, yakni H. Syafi’ie (40), A. Amirudin (51), Bindara Zaini (42), Pospa (42), dan Ahmad (41).
Sampai sekarang penggalian itu terus dilakukan karena diduga makam itu jumlah masih banyak. Nur Sahon bersama teman-temannya itu, kini menyebarkan selebaran kepada setiap pengunjung mengenai nama-nama yang tertera di nisan makam tersebut, diantaranya Yahi Ummi Nanti (1820), As-Saiha Al Arif KH Abu Said (1296), Yahi Sarimah (1841), As-Sahih Abu Sukariya (1281), Yahi Ma’ruh dan Abu Mutik tak ada penjelasan kapan tahun meninggalnya.
Kalau dilihat dari batu nisannya, diduga bukan berasal dari Sumenep.
Dugaan semacam, kemungkinkan bisa benar. Sebab lokasi penemuan makam tua tersebut selain terletak di pesisir pantai. Dan, Kecamatan Pasongsongan mungkin dulunya sebagai tempat pelabuhan.
Sementara itu, tidak sembarangan orang yang akan mengunjungi lokasi makam bisa masuk. Namun, warga Desa Panaongan sudah menyediakan tempat untuk bertahlil bagi siapa saja yang akan mengirimkan do’anya. Dan pada malam hari pun lokasi tersebut juga telah disediakan lampu. (sul)
Tiap Ditemukan Makam, Tercium Harum Hajar Aswad
Penemuan kompleks pemakaman kuno di Desa Panaongan, Kecamatan Pesongsongan, sekitar 37 km ke arah utara kota Sumenep, tak pelak menambah lagi perbendaharaan atau ‘’kekayaan’’ masa lalu kabupaten paling ujung timur Pulau Madura tersebut. Bagaimana cerita di balik penemuan tersebut akan ditulis secara bersambung oleh wartawan Radar Madura di Sumenep, Rasul Junaidy.
Tanda-tanda adanya kompleks makam tua di Kampung Benteng, Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan itu, sebenarnya sudah lama menjadi pertanyaan bagi masyarakat Desa Panaongan. Sebab, sebelumnya memang sudah banyak petunjuk dari para kiai maupun orang sepuh di sana yang mengatakan dan memberitahukan bahwa di Desa Panaongan terdapat kawasan makam tua, namun masyarakat tak pernah tahu di mana letak makam tua itu.
Hal itu diceritakan Pak Pospa, seorang nelayan asal Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan. Ketika dia pergi ke Muncar, Banyuwangi, seorang kiai di Muncar pernah mengatakan dan memberitahu dirinya kalau di desanya ada kuburan tua.
‘’Ketika saya pergi ke Muncar Banyuwangi, memang ada seorang kyai asal Muncar yang mengatakan kepada saya, kalau di sini (Panaongan, red) ada semacam kawasan kuburan tua,’’ tutur Pak Pospa. ‘’Namun sayangnya, kiai tersebut tidak memberitahukan di mana letak makam tersebut,’’ sambungnya.
Bukan hanya Pak Pospa, tapi pengalaman serupa juga dituturkan salah satu warga Desa Panaongan lainnya. Dia mengaku, pernah diberi petunjuk oleh seseorang keturunan kiai di sana, kalau di desanya ada makam tua. ‘’Saya juga pernah diberitahu oleh seorang kiai, kalau di sini terdapat makam tua,’’ ujar lelaki tua yang namanya tak mau disebutkan itu. ‘’Namun tempatnya, saya tak tahu,’’ sambungnya polos.
Karena itu, kabar tentang adanya makam tua itu oleh masyarakat Panaongan sudah dianggap hal yang biasa. Namun, di mana letaknya tak satu pun yang tahu. Bisa jadi karena itu mereka juga tidak tertarik untuk mencarinya, karena tak ada petunjuk awal yang bisa dijadikan pegangan.
Namun, akhirnya kompleks makam tua tersebut dapat diketahui setelah ada petunjuk yang datang ke Buk Sahria melalui mimpinya. Buk Sahria, mengaku kalau dirinya bermimpi soal kedatangan lamat (petunjuk). Di dalam mimpinya, Bu’ Sahria diberitahu tahu kalau di desanya ada makam tua yang letaknya di sebelah barat daya pohon siwalan (Madura : Tarebung).
‘’Dalam mimpi, saya diberitahu kalau tempat makam itu di barat daya pohon Siwalan,’’ ujar istri H. Syafi’e, salah sorang dari enam orang yang menemukan makam tua itu.
Menurut pengakuannya, ketika ia bangun dari tidurnya, apa yang ia mimpikan langsung diceritakan kepada suaminya. ‘’Petunjuk itu, malam itu juga langsung saya ceritakan kepada suami saya,’’ kata Buk Sahria.
Mendengar cerita dari istrinya, H. Syafi’ei kontan saja malam itu juga mencari dan menggali tempat seperti petunjuk yang datang kepada istrinya itu. Sebelumnya, Bindara Zaini pernah bilang kalau di barat daya pohon siwalan itu memang ada batu putih. Namun jumlahnya hanya satu.
Setelah berhari-hari dilakukan penggalian siang malam, ketika mencapai kedalaman sekitar 5 meter, ternyata di tempat itu memang benar terdapat komplek pemakaman tua. Mendengar ada penemuan makam tua, tentu saja masyarakat ingin mengetahuinya. Seketika itu pula, informasi tentang penemuan makam tua itu berkembang simpang siur dengan berbagai macam versi.
‘’Kalau ada orang yang telah mengaku menemukan makam tua, itu tidak benar. Sebab yang menemukan itu berjumlah enam orang yakni, H. Syafi’ie, H. Amiruddin, Bindara Zaini, Pospa, Achmad, dan saya sendiri,’’ ujar Nur Sahon.
Menurut pengakuan bindara Zaini, setiap kali makam itu di temukan satu-persatu selalu tercium harum Hajar Aswad. ‘’Pokoknya, kalau ada makam yang ditemukan, selalu disertai harum hajar aswad,’’ ujar bindara Zaini sambil memberikan lembaran kertas berisi nama-nama dari nisan itu.
Sampai sekarang, banyak masyarakat yang secara sukarela menggali makam tua itu. ‘’Itung-itung biar saya dapat barokahnya, Pak,’’ kata Mat salah seorang penggali pasir makam itu. Penggalian itu dilakukan siang malam, Apalagi pada malam hari di kawasan itu sudah diberi lampu penerang bantuan dari K. Masyadi. ‘’Siapa tahu setelah digali ternyata jumlah makamnya akan bertambah terus Pak,’’ sambung Mat.Â
Perputaran Uang Bisa Sampai Puluhan Juta Per Harinya
Sejak ditemukannya makam tua di Kampung Benteng, Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan itu, perhatian seluruh masyarakat Sumenep, bahkan masyarakat luar Madura tertujukepada sebuah desa tersebut. Mendadak desa yang semula hampir tak diperhitungkan itu, kini berubah terkenal dan jadi buah bibir di berbagai kalangan masyarakat.
Dan, di balik popularitas dadakan itu selalu tersimpan rezeki nomplok. Setidaknya, kini bermunculan pedagang kagetan yang coba mengambil ‘’barokah’’ dari penemuan makam tua itu. Mereka mengais rupiah dari para pendatang yang ingin melihat dari dekat kompleks pemakaman tua tersebut.
Penemuan kompleks makam tua itu, tak pelak, memang mengundang keingintahuan orang. Berbagai pertanyaan akan tak mudah terjawab tanpa melihat langsung ke lokasi. Namun, memang di lokasi tak semua jawaban tersedia tentang misteri kompleks makam yang terpendam pada kedalaman lima meter di bawah gundukan pasir tersebut.
Misalnya, tentang berapa usia makam tua itu sebenarnya, yang hingga kini masih jadi bahan diskusi dari berbagai kalangan. Untuk memperoleh jawabannya, masih harus ditunggu hasil resmi penelitian dari Museum dan Purbakala (Muskala) Kanwil Depdikbud Jawa Timur, yang telah diberi laporan oleh Pemda Sumenep.
Kalau hanya sepintas, memang nama-nama seperti yang disebutkan dalam kertas yang disebarkan oleh “tim 6″, sebutan bagi para penemu makam tua itu, usia makam itu sudah bisa ditebak. Misalnya, Yahi Ummi Nanti yang wafat tahun 1820, As Saiha Al Arif KH Abu Said wafat tahun 1296, Yahi Sarimah wafat tahun 1841, dan As-Sahih Abu Sukariya wafat tahun 1281. Yang jadi pertanyaan, apakah tahun tersebut memakai tahun masehi ataukah Hijriah?
Tentu saja, ini menimbulkan bermacam-macam penafsiran orang, kalau misalnya wafatnya memakai tahun hijriah, apakah benar tahun 1820 dan 1841 hijriah? Sebab sekarang kita masih memasuki tahun 1420 hijriah. Kalau misalnya memakai tahun masehi, apakah betul pada tahun 1296 dan 1281, agama Islam sudah masuk di Madura? Apa benar nama Islam sudah memasyarakat pada tahun tersebut? Serta apa benar gelar seperti KH sudah dikenal sejak abad 12? Lalu apa betul dalam satu kompleks terdapat selisih umur sampai lima ratus tahun?
Demikian juga tentang bentuk nisan, jenis batunya, bentuk makamnya tentu saja kita menunggu dari para ahli sejarawan. Sekali lagi, untuk mendapatkan jawabannya masih harus menungggu laporan resmi dari hasil penelitian para ahli arkeologi.
Sampai saat ini, sudah ribuan orang setiap harinya mengunjungi kawasan makam tua itu. Seketika itu pula, para pedagang tak ketinggalan menjajakan dagangannya. Tenda-tenda hampir bertambah setiap harinya. Menurut salah seorang pedagang, dengan melubernya ribuan pengunjung, ia menafsirkan dan yakin, perputaran uang di tempat itu bisa mencapai puluhan juta rupiah perharinya.
”Setelah ada penemuan makam tua ini, Alhamdulillah penghasilan saya sampai puluhan ribu per harinya”, kata Pak Maksan. ”Sebelum ada penemuan ini, penghasilan saya sehari-harinya hanya Rp 3 ribu sampai Rp 5 ribu rupiah,’’ jujurnya.
Pengakuan itu juga datang dari Bu’ Salimah, yang menjual minuman, ia mengaku bahwa dirinya bukannya pedagang. Namun karena melihat banyak orang yang berkunjung ke makam itu, ia awalnya hanya coba-coba menjual. ”Nggak tahunya dagangan saya habis dalam waktu sekejab,’’ katanya. Ia kini mulai membangun tenda, dan kini dagangannya tidak hanya berupa minuman saja. ”Mungkin, makam ini memberikan ‘barokah’ kepada saya, Pak,’’ imbuhnya.
Para pengunjung tidak hanya berasal dari Madura, penemuan makam tua itu juga sudah terdengar sampai keluar Madura seperti Jakarta, Jawa Barat bahkan sampai ke Flores. ”Setelah saya baca di koran Mas, bahwa ada penemuan makam yang berusia 700 tahun itu, langsung saya ke sini bersama teman-teman”, ujar Khan yang mengaku dari Flores. Ia mengaku tertarik dan langsung ke Desa Panaongan setelah dirinya bersama rombongannya sebelumnya berziarah ke Asta Tinggi dan Asta Yusuf Pulau Talango.
Namun tidak sembarang orang bisa memasuki kompleks makam itu. Sebab selain di sekeliling kawasan itu sudah dibatasi dengan bambu dan kain putih. ‘’Kalau semua orang dibiarkan masuk, dikhawatirkan akan terjadi hal yang tidak diinginkan,’’ ujar Nur Sahon . Namun bagi mereka yang akan mengirimkan do’a, Nur Sahon dan teman-temanya dari “tim enam” sudah menyediakan tempat, baik pada siang hari maupun malam hari, karena sudah disediakan lampu penerangan
Sumber : Radar Madura, Oktober 1999
0 comments :
Post a Comment